Senin, 02 Januari 2012

MANTUQ MAFHUM AL QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Qur’an, sebenarnya dari semua ayat yang ada didalam Al-Qur’an tersebut tidak semuanya memberikan arti/pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita mau telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat yang masih butuh penjelasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa ternyata ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak hanya memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, tetapi ada ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut.
Perbedaan penemuan hukum (istinbat al-ahkam) terjadi akibat beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor penyebab perbedaan tersebut, secara internal, adalah perbedaan metode ulama Usul dalam memahami makna nass, al-Qur’an dan Hadis, melalui lafaz (turq dilalah al-alfaz)
Oleh karena itu, agar kita semua dapat memahami dan mengetahui hukum atau makna yang terdapat didalam ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam makalah ini akan dipaparkan sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca mengenai ushul fiqih. Sebagian aspek tersebut yaitu mengenai Mantuq dan Mafhum, meliputi pengertian serta pembagian-pembagiannya.
B.     Rumusan Maslah
               1.            Apakah definisi mantuq dan mafhum?
               2.            Apasajakah macam-macam pembagian dari mantuq dan mafhum?


BAB II
PEMBAHASAN
 1.            Pengertian Mantuq Dan Mafhum
Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh suatu lafadz menurut ucapannya, yakni penunjukan makna yang berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapakan. Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz itu sendiri di tempat pembicaraannya.
Sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak berdasarkan bunyi ucapan ( makna tersirat). Dengan kata lain  mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebutSeperti firman Allah SWT;
Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanla hkepada merekaperkataan yang mulia". (Q.S Al-Isra’ ayat 23)
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum

 2.             Pembagian Mantuq Dan Mafhum
a.      Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1)      Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT:
`yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sŒÎ) öNçF÷èy_u 3 y7ù=Ï? ×ouŽ|³tã ×'s#ÏB%x. 3 y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 öN©9 ô`ä3tƒ ¼ã&é#÷dr& ÎŽÅÑ$ym ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ßƒÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÊÒÏÈ  
“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna” (al-Baqarah [2]:196). Penyipatan “sepuluh” dengan “sempurna’’ telah  mematahkan kemungkinan “sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang dimaksud dengan nass.
2)      Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta’wilan. Zahir, ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu (makna) yang segera dipahami ketika ia diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh). Jadi, zahir itu sama dengan nass dalam hal penunjukkannya kepada makna yang berdasar pada ucapan. Namun dari segi lain ia juga berbeda dengannya karena nass hanya menunjukkan satu makna secara tegas dan tidak mengandung kemungkinan menerima makna lain meskipun lemah. Seperti firman allah dalam quran surah Al-Baqarah 222:
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Q S. Al-Baqarah 222)
makna zahir bisa kita lihat pada kalimat “tuhr” pada surat al-Baqarah ayat 222, lafaz ini bisa digunakan untuk makna ‘berhenti dari haid’ dan ‘berwudlu dan mandi’. Tetapi pemakaian untuk makna kedua lebih konkret, jelas (zahir) sehingga makna inilah yang kuat (rajih) sedang makna yang pertama lemah (marjuh). Contoh lain adalah firman Allah SWT:
4s+ö7tƒur çmô_ur y7În/u r茠È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ  
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.(Q.S Ar-Rahman ayat 27)
lafadz mô_ur dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.juga lafadz dalam firman Allah:
uä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYøt^t/ 7&÷ƒr'Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅqßJs9 ÇÍÐÈ  
“Dan langit itu Kami bangun dengan tangan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa” (Q.S. Adz-zariyat: 47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.
3)      Mu’awwal adalah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada suatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang rajih. Mu’awwal berbeda dengan zahir, karena zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh, sedang mu’awwal diartikan dengan makna marjuh karena karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-masing kedua makna itu ditunjukkan oleh lafaz  menurut bunyi ucapnya. Salah satu contoh mu’awwal bisa kita lihat pada lafaz “janah az-Zulli” pada surat al-Isra’ ayat 24:
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ  
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(QS. al-Isra’ ayat 24:)

 Lafaz  “janah az-Zulli” diartikan dengan “tunduk, tawadu’, dan bergaul secara baik” dengan kedua orang tua, dan tidak dairtikan “sayap” karena mustahil manusia mempunyai sayap. 
  1. Pembagian Mafhum
Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada yang diucapkan. Seperti pada firman allah:
@à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada merekaperkataan yang mulia". (Q.S Al-Isra’ ayat 23)
Dari ayat diatas, dapat di ambil makna mantuq tentang larangan untuk berkata “ah” orang tua. Dalam hal ini, juga dapat di ambil pemahaman tentang larangan memukul dan mencaci orang tua, karena keduanya merupakan hala yang lebih berat dari berkata “ah”. Oleh sebab itu memukul dan mencaci orang tua tidak boleh hukumnya.
b) Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ  
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)
2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ×Žöyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ  
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(qs. Al jum’ah : 9)
Dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli di hari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
1)      Mafhum Shifat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti mustaq (kata turunan dari fasiq) pada firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. AL Hujurat: 6)
Pengertian yang difahami dari kata fasiq ( orang yang fasiq)ialah bahwa orang yang tidak fasiq tidak wajib diteliti beritanya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh orang yang adil wajib diterima.
Hal ini juga berlaku pada hal ( keterangan keadaan), misalnya firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=çGø)s? yøŠ¢Á9$# öNçFRr&ur ×Pããm 4 `tBur ¼ã&s#tFs% Nä3ZÏB #YÏdJyètGB Öä!#tyfsù ã@÷WÏiB $tB Ÿ@tFs% z`ÏB ÉOyè¨Z9$#
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya.(QS. Al-Maidah: 95)
Ayat ini menunjukkan tiadanya hukum bagi orang yang membunuhnya karena tak sengaja. Sebab penentuan  “sengaja” dengan kewajiban membayar denda menunjukkan tiadanya kewajiban membayar denda dalam pembunuhan binatang buruan tidak sengaja.
2)       Mafhum ’illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3)      Mafhum ’adat, yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ  
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.( QS. An-nur: 4)
4)      Mafhum ghayah, yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hatta”. Seperti firman Allah SWT.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub”.  (Q.S Al-Maidah ayat 6)
Mafhum ghayah dari ayat tersebut adalah bahwa batasan membasuh kedua tangan ketika bersuci ( berwudlu) adalah sampai pada siku, maka tidaksah wudlu seseorang yang tidak membasuh sampai pada sikunya. Serta membasuh kedia kaki sampai pada kedua mata kaki. Contoh lain Firman Allah SWT:
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuŽöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù yy$uZã_ !$yJÍköŽn=tæ br& !$yèy_#uŽtItƒ bÎ) !$¨Zsß br& $yJŠÉ)ムyŠrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ßŠrßãn «!$# $pkß]ÍhŠu;ム5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇËÌÉÈ  
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. Q.S. Al-Baqarah ayat 230)
Mafhumnya ialah bahwa istri tersebut halal bagi suami pertama sesudah ia menikah dengan suami yang lain, dengan memenuhi syarat-syarat pernikahan.
5)      Mafhum hasr ( pembatasan, hanya). Misalnya firman Allah:
x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ  
Hanya Engkaulah yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.(QS. Al fatihah:5)
Mafhumnya ialah bahwa selain allah tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan. Oleh karena itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya dialah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.
6)      Mafhum al-Laqab, yaitu meniadakan berlakunya suatu hukum yang terkait dengan suatu lafal terhadap orang lain dan menetapkan hukum itu berlaku untuk nama atau sebutan tertentu. Misalnya, firman Allah dalam QS. Yusuf : 4 yang berbunyi :
øŒÎ) tA$s% ß#ßqムÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»tƒ ÎoTÎ) àM÷ƒr&u ytnr& uŽ|³tã $Y6x.öqx. }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur öNåkçJ÷ƒr&u Í< šúïÏÉf»y ÇÍÈ  
 (ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
Dari ayat ini dipahami bahwa ucapan tersebut hanya terkait dengan Nabi Yusuf karena tidak ada kaitannya dengan orang lain.
7)      Mafhum as-Syart , adalah menetapkan kebalikan suatu hukum yang tergantung pada syarat,jika syarat tersebut telah hilangMisalnya firman Allah swt. dalam surat ath-Thalaq:6 
4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`ÍköŽn=tã 4Ó®Lym z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& ( (#rãÏJs?ù&ur /ä3uZ÷t/ 7$rã÷èoÿÏ3 ( bÎ)ur ÷Län÷Ž| $yès? ßìÅÊ÷ŽäI|¡sù ÿ¼ã&s! 3t÷zé& ÇÏÈ  
dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.(QS. Atthalaq:6)
 Ayat tersebut menunjukkan bahwa kewajiban memberi kan nafakah kepadaisteri yang dicerai dan tengah menjalani masa 'iddah dibatasi jika isteri tersebut sedang dalamhamil. Dengan menggunakan mafhum al-mukhâlafah dapat dipahami, jika isteri yang diceraitidak dalam keadaan hamil, maka bekas suaminya teidak berkewajiban memberikan nafkah. Sedangkan dengan mengunakan mafhum as-syart dapat dipahami, bahwa bekas suami tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri yang dicerai dan tengah menjalani masa 'iddah, kecuali isteri tersebut dicerai dengan thalaq raj'i atau sedang hamil.
Syarat-Sayrat Mafhum Mukhalafah
Syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, se­bagai berikut:
                    1.            Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ  
31. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Q. S Isra’ ayat 31).
Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan di­bunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah:
Ÿwur (#qè=çFø)s? }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 3 `tBur Ÿ@ÏFè% $YBqè=ôàtB ôs)sù $uZù=yèy_ ¾ÏmÍhÏ9uqÏ9 $YZ»sÜù=ß Ÿxsù Ìó¡ç Îpû È@÷Fs)ø9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. #YqÝÁZtB ÇÌÌÈ  
33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaankepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.(Q.S Isra’ ayat 33)”
Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:
Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia (Q.S Isra’ ayat 23).
Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berla­wanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.
                    2.            Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi. Contoh:
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ËˆF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÌÈ  
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S An-Nisa’ ayat 23).
Dan perkataan “anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam peme­liharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, se­bab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
                    3.            Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.Contoh:
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uŠÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. šcqçR$tFøƒrB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçŽÅ³»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tFŸ2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur  ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ßŠrßãn «!$# Ÿxsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ムª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ä¨$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcqà)­Gtƒ ÇÊÑÐÈ  
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S Al-Baqarah ayat 187)”.
Dalil di atas tidak boleh dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri istrinya. Sebab dia dalam keadaan berpuasa, baik dalam keadaan iktikaf atau tidak tetap tidak diperbolehkan mencampuri istrinya. Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh suatu lafadz menurut ucapannya, yakni penunjukan makna yang berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapakan. Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz itu sendiri di tempat pembicaraannya.
Sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak berdasarkan bunyi ucapan ( makna tersirat). Dengan kata lain  mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut.
Mantuq terdiri atas 3 macam yaitu nass, dzahir dan mu’awwal. Sedangkan mafhum terbagi atas dua macam yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukholafah. Mafhum muwafaqah terdiri dari fahwal khittab dan lahnal khittab, sedangkan mafhum mukholafah terdiri dari mafhum sifat, mafhum illat, mafhum adad, mafhum syarat, mafhum ghayah, mafhum hasr dan mafhum laqaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar